Selasa, 20 September 2011

Pemilu Serentak Tekan Anggaran dan Efisien Waktu

Diskusi Terbatas
diskusi terbatas, Surabaya Plaza Hotel, Kamis (26/5)
    


         Pemilihan umum di tingkat nasional ataupun daerah membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Demi efisiensi anggaran saat ini muncul gagasan untuk menjajaki kemungkinan pemilu nasional dan pilkada yang digelar serentak. Keinginan tersebut muncul dalam diskusi terbatas bertemakan Pemilu serentak yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Prov Jatim bekerjasama dengan Partner For Governance Reform di Surabaya Plaza Hotel, Kamis (26/5).
     Anggota KPU Prov Jatim Arief Budiman yang menjadi Moderator diskusi terbatas mengatakan, bercermin dari permasalahan yang ada dimana setiap pemilu menyerap anggaran yang sangat besar yang bersumber dari APBD,  maka perlu adanya pemikiran untuk dilakukan pemilu serentak. Apalagi Pemilu di Indonesia frekuensinya terlalu bayak, dengan jumlah kabupaten, kota ditambah dengan provinsi yang ada 500 lebih, maka hampir dipastikan tiap hari ada pemilu.
'' Setidaknya pemilu serentak masih harus dibagi menjadi dua. Yaitu pemilu tingkat nasional dan daerah.Untuk  tingkat nasional sudah bisa dilakukan pada 2019, sedangkan untuk tingkat daerah baru bisa dilakukan antara 2021 hingga 2023,''ungkap Arief Budiman. Diskusi  menghadirkan nara sumber  Guru besar Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Ramlan Surbakti, Pengamat Politik, Ibnu Tri Cahyo dan konsultan kemitraan, Didik Supriyanto. 
     Ditambahkan, melihat dengan adanya pemilu serentak akan banyak sisi positifnya. Diantaranya dari alokasi waktu yang bisa dimampatkan sehingga hanya terjadi dua kali pemilu nasional dan daerah. Selain itu bisa berdampak pada sisi efektifitas serta pengeluaran biaya yang mampu menekan hingga sekitar 50%.Disisi prespektif kemaanan juga lebih menguntungkan, karena konflik tidak perlu terjadi berkepanjangan.
     Sementara itu, Ramlan Surbakti mengungkapkan dari pemilu serentak juga bisa berdampak pada lebih mengefektifkan pemerintahan yang ada, yaitu pemerintahan presidential sekaligus membawa pada pemilu yang lebih berdaulat. "Sistem presidential kita akan lebih bagus lagi, sebab presiden bisa melakukan fungsinya dengan bagus," tandasnya.Sedangkan dari sisi biaya, akan banyak terjadi penghematan bahkan hingga 50%. Penghematan ini bisa dilihat dari penghematan jumlah tenaga pemilu yang bisa dipangkas. Ia mencontohkan, untuk pemilu di Jatim secara keseluruhan bisa menghabiskan anggaran hingga Rp 800 miliar. Dengan pemilu serentak bisa ditekan menjadi Rp 400 miliar.
Meski demikian, keinginan pemilu serentak ini bukan tanpa kendala. Ibnu Tri Cahyo menjelaskan, setidaknya dengan pemilu serentak akan berbenturan dengan perundangan yang ada. Karena harus ada perubahan perundangan, mulai dari Undang-Undang (UU) tentang pemilu, UU tentang partai politik, UU sistem pemilu dan penyelenggaraan pemilu.
"Termasuk juga harus ada perpanjanganmasa jabatan bagi anggota DPR/DPRD, Gubernur,Wali Kota dan Bupati serta yang lainnya. Untuk perpanjangan anggota DPR/DPRD mungkin tidak terlalu bermasalah, namun untuk perpanjangan kepala daerah akan lebih rumit.
Pemilu serentak dalam format pemilu lokal-nasional ini, sebelumnya juga sudah sempat memasuki pembahasan serius di DPR, pada pertengahan Juli 2008. Saat itu, Panitia Khusus RUU Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, telah menyepakati untuk menyatukan pemilu legislatif tingkat pusat (DPR dan DPD), dengan pemilu presiden (pilpres), dan mulai digelar pada tahun 2014. Klausul penyatuan tersebut bahkan telah di tempatkan dalam ketentuan peralihan RUU Pilpres.
Ibnu Tri Cahyo mengatakan untuk jabatan kepala daerah bisa diganti dengan pejabat pelaksana, namun yang menjadi pertanyaan apakah jumlah pejabat pelaksana mencukupi untuk mengganti kepala daerah yang ada khususnya Gubernur yang harus setingkat dengan eselon I.
Didik  menambahkan ketika adanya perubahan perundang-undangan juga dilakukan perubahan pada penyelenggaran pemilu. Jadi nanti ada kepastian juga KPU kapan direkrut dan kapan mengakhiri jabatannya.  "Namun yang pasti, pemilu serentak ini akan memberikan dampak efektifitas dan efisiensi," lanjut Didik Supriyanto. Dia juga menambahkan kelemahan lain dari pemilu yang saat ini ada diantaranya koalisi pemerintah menjadi rapuh. Sebab koaliasi akan terbentuk hanya berdasarkan pembagian kekuasaan, tidak dilatarbekangi ideologi dan platform politik. Selain itu juga akan menyebabkan merajarelanya politik transaksional.
"Pemerintah daerah menjadi tidak terkontrol, sebab hubungan kepala daerah dengan partai politik berhenti sampai pada tahap pencalonan serta partai politik merasa kalau kepala daerah bukan kader partai,''tegasnya.


Source : kpujatim.go.id




~AdminDW~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar